Assiry gombal mukiyo, 17 Agusutus 2017
Yg nipu dia
Yg ngumpulin dana umat dia
Yg nikmati bergelimang kemewahan dia
Yg bermegah dlm kekayaan dia
Yg ngga berangkatin umroh dia
Yg habiskan duit org dia
Yg diadukan oleh masyarakat karena menipu juga dia
Giliran ditanya oleh Polisi "dimana uang ribuan jamaah itu?"
Jawabnya " Lupa saya taruh dimana".
Trus yg suruh ganti Pemerintah, pake uang pajak kita.
Indahnya hidup ini.....kalo setiap kesalahan yang kita perbuat kemudian orang lain yang nyuruh nanggung. Menjual baju agama, berpenampilan agamis memang ngg menjamin akhlaqnya juga agamis.
Umat ini besar tetapi rapuh. Sibuk dengan kuantitas dan melupakan kualitas. Tidak mampu lagi membedakan yang benar dan salah. Bahkan condong terperangkap oleh keindahan seseorang baju para pemuka agama, sehingga lupa bahwa Nabi SAW diturunkan untuk memperbaiki ahlak manusia.
Baru lihat orang bergamis, berpeci rapi, berhijab sampe kemlewer sudah klepek -klepek lupa daratan. Padahal bisa saja dalemannya yang memakai baju dan simbol agama itu adalah maling.
Ketidakmampuan umat ini untuk belajar menjadi "muslim" sebenarnya, menjadikannya terpesona oleh orang-orang yang dianggap tahu agama. Wajar jika banyak yang menyerahkan dirinya untuk ditipu mentah-mentah oleh mereka yang berbaju ulama seperti Aa Gatot, Kanjeng Dimas sampai Guntur Bumi. Ketika tahu ditipu, baru mencaci maki. Padahal sebelumnya, memuji-muji.
Begitu banyak peristiwa, tapi tidak mampu mengerti. Simbol dan pakaian tauhid dijadikan kebanggaan diri, padahal - seandainya mereka mengerti - iblis adalah pelaku tauhid kelas tinggi. Saking merasa dekatnya dengan Tuhan. Iblis pun tidak pernah mau hormat kepada Nabi Adam. Inilah salah satu alasan barangkali Simbah Iblis ini ogah tunduk dan hormat dengan Adam. Karena dia tau keturunan Adam yakni bangsa manusia ini yang justru kelak menjadi bahan bakar api neraka seperti yang disebutkan Allah dalam kalamnNya yang agung Al Quranul karim yakni bahan bakar neraka adalah manusia dan batu (waquuduhannasu wal hijaaratu).
Jadi tanpa Iblis merusak moral manusia, ternyata bangsa manusia memilki potensi untuk lebih rusak moralnya bahkan jauh dari bayangan Iblis. Kesalahan Iblis hanya satu ngga mau hormat kepada Adam tapi kita? Saya tidak bisa mengungkapkan betapa bobroknya kerusakan manusia secara moral.
Bahkan ramainya kasus ini Iblis berseliweran disebelah rumah saya. Salah satu diantara mereka terkekeh "Kami bangsa Iblis ribuan tahun bersujud di bumi, di langit sap 1 hingga 7 kepada Allah. Lha ini manusia memang tolol dan lucu, bagaimana tidak dana Umrah haji saja bisa ditilep, padahal belum pernah ada dalam catatan literatur sejarah manapun bahwa bangsa kita para Iblis melakukan tindakan yang sedemikian buruknya itu".
Jadi, bagaimana Nabi Muhammad SAW tidak cemas dan sedih?. Mungkin kita harus belajar lagi apa arti "Islam" sebenarnya, apa arti "muslim" sebenarnya. Bahwa Islam dan Muslim sesungguhnya adalah pencapaian, bukan sebuah identitas yang disematkan. Islam adalah ajaran, bukan bendera dan pakaian kebanggaan. Jika itu dipahami dengan benar, tentu kita akan lebih banyak tafakur dan berkaca, "Benarkah kita sudah benar?".
Yg nipu dia
Yg ngumpulin dana umat dia
Yg nikmati bergelimang kemewahan dia
Yg bermegah dlm kekayaan dia
Yg ngga berangkatin umroh dia
Yg habiskan duit org dia
Yg diadukan oleh masyarakat karena menipu juga dia
Giliran ditanya oleh Polisi "dimana uang ribuan jamaah itu?"
Jawabnya " Lupa saya taruh dimana".
Trus yg suruh ganti Pemerintah, pake uang pajak kita.
Indahnya hidup ini.....kalo setiap kesalahan yang kita perbuat kemudian orang lain yang nyuruh nanggung. Menjual baju agama, berpenampilan agamis memang ngg menjamin akhlaqnya juga agamis.
Umat ini besar tetapi rapuh. Sibuk dengan kuantitas dan melupakan kualitas. Tidak mampu lagi membedakan yang benar dan salah. Bahkan condong terperangkap oleh keindahan seseorang baju para pemuka agama, sehingga lupa bahwa Nabi SAW diturunkan untuk memperbaiki ahlak manusia.
Baru lihat orang bergamis, berpeci rapi, berhijab sampe kemlewer sudah klepek -klepek lupa daratan. Padahal bisa saja dalemannya yang memakai baju dan simbol agama itu adalah maling.
Ketidakmampuan umat ini untuk belajar menjadi "muslim" sebenarnya, menjadikannya terpesona oleh orang-orang yang dianggap tahu agama. Wajar jika banyak yang menyerahkan dirinya untuk ditipu mentah-mentah oleh mereka yang berbaju ulama seperti Aa Gatot, Kanjeng Dimas sampai Guntur Bumi. Ketika tahu ditipu, baru mencaci maki. Padahal sebelumnya, memuji-muji.
Begitu banyak peristiwa, tapi tidak mampu mengerti. Simbol dan pakaian tauhid dijadikan kebanggaan diri, padahal - seandainya mereka mengerti - iblis adalah pelaku tauhid kelas tinggi. Saking merasa dekatnya dengan Tuhan. Iblis pun tidak pernah mau hormat kepada Nabi Adam. Inilah salah satu alasan barangkali Simbah Iblis ini ogah tunduk dan hormat dengan Adam. Karena dia tau keturunan Adam yakni bangsa manusia ini yang justru kelak menjadi bahan bakar api neraka seperti yang disebutkan Allah dalam kalamnNya yang agung Al Quranul karim yakni bahan bakar neraka adalah manusia dan batu (waquuduhannasu wal hijaaratu).
Jadi tanpa Iblis merusak moral manusia, ternyata bangsa manusia memilki potensi untuk lebih rusak moralnya bahkan jauh dari bayangan Iblis. Kesalahan Iblis hanya satu ngga mau hormat kepada Adam tapi kita? Saya tidak bisa mengungkapkan betapa bobroknya kerusakan manusia secara moral.
Bahkan ramainya kasus ini Iblis berseliweran disebelah rumah saya. Salah satu diantara mereka terkekeh "Kami bangsa Iblis ribuan tahun bersujud di bumi, di langit sap 1 hingga 7 kepada Allah. Lha ini manusia memang tolol dan lucu, bagaimana tidak dana Umrah haji saja bisa ditilep, padahal belum pernah ada dalam catatan literatur sejarah manapun bahwa bangsa kita para Iblis melakukan tindakan yang sedemikian buruknya itu".
Jadi, bagaimana Nabi Muhammad SAW tidak cemas dan sedih?. Mungkin kita harus belajar lagi apa arti "Islam" sebenarnya, apa arti "muslim" sebenarnya. Bahwa Islam dan Muslim sesungguhnya adalah pencapaian, bukan sebuah identitas yang disematkan. Islam adalah ajaran, bukan bendera dan pakaian kebanggaan. Jika itu dipahami dengan benar, tentu kita akan lebih banyak tafakur dan berkaca, "Benarkah kita sudah benar?".
0 komentar:
Posting Komentar