Oleh; assiry, 08 September 2013
Jika dalam pewayangan yang membuat Prabu Duryudana jatuh kewibawaannya adalah karena memiliki putra Lesmana Mandrakumara. Penonton wayang sudah tahu termasuk saya yang sangat mencintai budaya pribumi meskipun sudah tidak begitu diminati oleh kaum muda kita, bahwa Lesmana Mandrakumara adalah anak yang bandel, nakal, manja, susah diatur dan sok berkuasa.
Mungkin Duryudana bisa tega terhadap anaknya, tapi istrinya Banuwati, sangat sayang dengan anknya itu. Banuwati bisa pingsan, bahkan sakit jika diperkirakan sebuah kasus yang menimpa anaknya Lesmana Mandrakumara itu.
Maka setiap perlakuan khusus dan pemanjaan Duryudana terhadap anaknya menjadi satu -satunya jalan untuk menyenangkan hati istrinya. Saya selalu ingat Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim. Kiyai -Kiyai saya dulu sering cerita demi tegaknya hukum, Nuh membiarkan anaknya kan'an tenggelam bersama banjir akbar yang menenggelamkan separuh bumi ini. Demi panggilan dan seruan Tuhan, Ibrahim rela akan menyembelih anaknya sendiri yakni Ismail.
Pemanjaan terhadap anak dengan cara -cara berlebihan justru bukanlah cara mendidik yang baik dan tentu memberi akibat yang buruk bagi perkembangan psikologis anak.
Anak mnjadi lebih agresif dan susah diarahkan, karena awalnya setiap keinginan anak selalu dituruti. Padahal anak belum bisa menjangkau cara berfikir yang realistis dan sakan Al Qalbi (yang menyamankan hati) orang tuanya. Anak masih banyak membutuhkan nasehat dan arahan yang positif bagi perkembangan perilakunya yang lebih bijak dan dewasa secara akal dan hati .
Jika Dul (Abdul Qadir Al jailani) putra Dhani ini, mngalami sebuah tekanan atau semacam keliaran perilakunya, maka yang paling bertanggung jawab adalah Dhani dan Maya Estiyanti.
Mereka adalah kuas yang mewarnai bentangan jiwa bagi perilaku anak -anaknya. Orang tua adalah pena yang bisa menulis apapun di secarik kertas putih.
Orang tua adalah presiden bagi rakyat kecilnya dalam rumah tangga. Baik atau buruknya kepemimpinan orang tua dalam Rumah tangga itu mnjadi tolok ukur bagi keberlangsungan dan kesuksesan bagi seorang pemimpin yang berkiprah diranah publik.
Tidak ada alasan apapun bagi Seorang Dhani ataupun maya Estiyanti yang sudah bercerai. Apapun dalihnya perhatian kedua orang tua bagi anak -anknya adalah keniscayaan.
Bukankah Tuhan mnitipkan ruh yang berupa anak -anak itu agar kita bisa mnjadi pribadi yang amanh dalam menjaga, mendidik dan membimbingnya menuju keridhoanNya.
Tidak mungkin seorang Dul yang masih 13 th keluar malam dengan mengendarai mobil sendiri di tol jagorawi. Sedangkan jam mnunjukkan kurang lebih pukul 02.00 wib. Pdahal jelas Dul juga belum memiliki SIM A, karena belum cukup umur untuk dipersyaratkannya memilki SIM A.
Pertanyaannya adalah, Dimanakah Dhani atau Maya Estiyanti waktu kejadian itu? Apakah begitu murahnya nyawa-nyawa yang tanpa dosa yang juga punya hak untuk hidup haruskah melayang sia-sia?
Ini adalah pembelajaran bagi siapapun termasuk saya. Tidaklah mudah memang mendidik dan mengarahkan anak -anak. Apalagi mereka masih labil secara psikologis.
Jika dalam pewayangan tidak hanya Duryudana yang harus berhadapan dengan anaknya juga ada Kresna yang harus membunuh anaknya, Boma karena kenakalannya yang merongrong kekuasaan Kresna. Wisrawa yang harus bergelut maut dengan putra tercintanya Danapati.
Dalam cerita pewayangan kehidupan ini, sungguh kita banyak menemukan kehidupan-kehidupan yang kontras bagai warna komplementer.
Pun Pak SBY harus berhadapan dengn anknya meskipun kenyataannya SBY sungguh takut kepada anknya yang terkena gosip kasus korupsi yang akhir -akhir ini sudah tidak lagi terdengar gaungnya.
Kalau saya takut terhadap anak saya misalnya, itu mungkin tak seluas dampaknya jika Presiden yang takut kepada anaknya. Itulah yang membuat saya ingin mnangis dan meraung -raung sejadi -jadinya.
0 komentar:
Posting Komentar