Assiry gombal mukiyo. 27 Juli 2016
"Al Khatthu handasatun Ruuaniyyatun dhaharat bialatin jasmaniyyatin" anda tentu pernah mendengan ungkapan ini yang terkenal dari seorang Maestro besar Kaligrafi Yaqut Al musta'shimi.
Yang mengandung arti bahwa Kaligrafi itu arsitektur ruhani atau kejiwaan atau lebih tepatnya membangun akhlaq dan perilaku kita menjadi lebih baik melalui proses berkarya dengan menggunakan alat -alat jasmani seperti handam, bambu, kuas dan lainnya.
Saya sering termenung memahami betapa dalamnya makna yang tersirat dari ungkapan itu. Sesungguhnya yang ada dalam pembelajaran kaligrafi adalah sebenarnya berkenaan dengan akhlaq, berkaitan erat dengan perilaku kita. Tentu kaligrafi yang indah adalah cerminan dari pembuatnya yang juga berkalaq baik dan indah.
Jika Bapak pelukis Modern indonesia Soedjoyono pernah mengatakan bahwa karya seni adalah jiwa yang tampak. Maka sesungguhnya essensinya tidak jauh berbeda dengan apa yang saya fahami dari ungkapan "handasatun ruhaniyyatun"
Yang berarti setiap karya yang kita torehkan itu mengandung sebuah pantulan dari kejiwaan kita sendiri.
Akhirnya saya bisa menyimpulkan bahwa kita tidak perlu mencari-cari ruh kaligrafi agar karya kaligrafi yang kita torehkan menjadi indah tetapi selain terus berlatih " masyaq" dan mentashihkan karya kepada Guru Kaligrafi yang kompeten karena untuk menemukan ruh kaligrafi itu sesungguhnya ada didalam dasar kejiwaan diri kita sendiri.
Bahkan para Master kaligrafi yang telah mendahului kita (almudarris Mustafa Roqim, kiblat khattath Sami Efendi, Qodi askari Mustafa Izzat, sampai pada Hamid Aytac, Abdul Qodir, sayyid Ibrahim, Hasyim, dan yang terkini sprti alu Ozcay, Daud z Bektasy, ferhat, adnan syeikh osman dll) adalah guru bagi para khattath-Khatthath masa kini, walau tak pernah sua. Mereka bukan saja meniupkan setiap ilmu dan ruh kaligrafi. Tapi mereka juga sebagai teladan dan masterpiece baik pekerti dan contoh akhlaqnya yang sangat mempesona.
Dan ketika bertahun -tahun saya belajar kaligrafi yang saya temykan dari setiap karya saya adalah begitu buruk dan jeleknya karya-karya saya sehingga saya menemukan didalam diri saya bahwa saya bukan orang baik, saya cabul, buruk akhlaq, pecundang, dan seabrek keburukan perangai saya yang mengatalase dalam ruang bathin saya.
Sehingga belajar kaligrafi bertahun- tahun pun saya tidak mendapatkan apa-apa, karena selama ini saya masih khusu dan terus istiqamah terhadap setiap perilaku saya yg buruk ini. Meskipun demikian saya tidak putus asa untuk terus belajar Kaligrafi semoga dengan berkaligrafi saya bisa membenahi perangai dan akhlaq saya menjadi lebih estetik di mata Allah karena saya pun meyakini bahwa kaligrafi selain sebagai arsitektur ruhani, juga menjadi dokter bagi sakitnya mental, kejiwaan saya yang selama ini semakin menunjukkan skala kegilaan yang terus berkembang pesat.
0 komentar:
Posting Komentar