Assiry gombal mukiyo, 11 Agustus 2016
Menghela nafas saya dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan nembaca, melihat dan mendengar banyaknya perdebatan di media massa terkait Full day school. Ini bukan soal saya setuju atau tidak. Persoalannya sebenarnya adalah efektif apa tidak jika seharian anak-anak kita belajar di Sekolah dengan tanpa sarana dan prasarana Sekolah yang memadahi. Sudahkah Pemerintah menyiapkan anggaran asrama untuk tidur siang bagi anak -anak, sarana kebutuhan makan siang dan lainnya? Apa jangan -jangan justru menjadikan anak -anak kita stres berat dan gila. Jika Finlandia saja yang menjadi rujukan sistem pendidikan terbaik Dunia merumuskan 5 jam belajar dan istirahat pada siangnya 15 menit. Barangkali Bapak Menteri Pendidikan yang baru ingin meniru sistem belajar di Finlandia tetapi masih bingung membedakan antara belajar di Sekolah sampai 5 jam dengan belajar sampai jam 5.
Sistem Full Day Sekolah jelas berbeda dengan di Pesantren. Kalau Full Day and Night School seperti Pesantren-Pesantren yang belajarnya tidak ada batas waktunya. 24 jam mendidik. 24 jam mengawasi santri. Siang malam menjalankan program kegiatan. Tidak hanya di kelas. Mandi, makan, tidur semuanya menjadi kurikulum dan proses belajar seperti yang diterapkan di Gubug PSKQ Modern misalnya.
Istilah Pesantren sebenarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau.
Belajar seharian di Sekolah atau full day ini bahkan menjadi ajang perdebatan Nasional juga terjadi dikalangan pejabat dan artis. Tidak sedikit yang bertanya namun sangat menggelitik sanubari saya: "Memang gurunya mau di bayar berapa jika belajarnya full day?"
Pertanyaan itu mengungkapkan pemahaman bawah sadar masyarakat kita yang sangat serius dan kritis dimensi nilai dalam hal apapun. Kenyataan bahwa pendidikan sudah menjadi komoditas yang bersifat transaksional. Take and give. Murid membayar, guru dibayar. Hal yang insya Allah tidak didapati di pondok pesantren yang hakiki karena memang tidak memakai sistem transaksional dan ukuran duniawi seperti ini.
Seperti semangat PSKQ Modern yang ada hanyalah give, give dan give. Tidak ada take and give. Santri di PSKQ Modern justru digratiskan uang SPP Bulanan, Gratis bimbingan guru, Gratis asrama, Gratis fasilitas belajar, gratiskan beras makan dan lainnya untuk kelancaran dalam proses belajar mengajar. Bahkan saya sendiri sebagai Pengasuh tidak mendapatkan gaji sepeserpun. Tetapi saya senang dan bangga bisa berbagi dengan para Santri.
Apa yang saya lakukan belum ada secuil dari para Tokoh Ulama dan Kiyai Jaman dahulu yang juga menjadi Wakif atas lahannya sendiri. Kyai ikhlas memimpin tanpa gaji bahkan menanggung semua kebutuhan Santri-Santrinya, Guru-guru yang mengajar juga ikhlas mendidik. Santri ikhlas dididik. Wali santri ikhlas menyerahkan putra putrinya untuk dididik.
Bahkan KH.Muqayyim Buntet Cirebon rela tirakat dan Puasa 9 Tahun. Yang terbagi 3 tahun untuk riyadhoh terhadap Santri-Santrinya agar berkah ilmunya dan sukses, 3 tahun puasa untuk anak-anak dan keluarganya, 3 tahun lagi puasa untuk masyarakat dan qaumnya.
Itulah kenapa "beban kerja" pendidik atau Kiyai di pesantren tidak bisa dihitung memakai matematika dunia. Apalagi jika sampai dihitung perjam pelajaran. Pakai upah lembur pula. Karena niat mereka memang bukan bekerja mencari penghasilan seperti layaknya pegawai di instansi instansi profit maupun publik.
Dalam sistem Pesantren, santri hanya membayar apa yang mereka pakai. Makanan, listrik, air dsb. Di PSKQ Modern Menggunakan "Zelf berdruiping system". Artinya bersama memakai bersama membayar.
Sehingga tidak ada rumusan Santri membayar Guru. Meskipun Guru-Guru di PSKQ Modern saya gaji sebagai uang bisyaroh yang berarti " uang bebungah" atau ganti bensin itupun kadang juga sering telat. Gaji tersebut saya ambilkan dari keuntungan usaha entrepreneur PSKQ Modern yakni Resto arjuna atau dari Proyek -proyek jasa Kaligrafi Masjid yang tersebar dipelosok negeri.
Mereka para Guru atau Asatidz bukan hanya memahami tapi juga mempraktekkannya bahwa mendidik santri adalah bentuk perjuangan, bentuk pengabdian kepada agama dan bangsa. Semoga Allah mencukupkan seluruh Asatidz dan Pengurus PSKQ Modern karena tanpa jasa mereka Ibu Kadarsih dan keluarga saya, Ustaz Kafia Anshori, Ustaz Muhammad Khairun Najib, Ustaz Nukman, Ustaz hasan Bashri dan para Santri senior yang dengan tulus ikut berbagi dan mensedekahkan ilmunya di PSKQ Modern hanya seperti gedung yang kosong tanpa arti apa-apa.
Lalu bagaimana mereka para penggiat kegiatan di Pesantren bisa menafkahi keluarga mereka? Itulah rahasia keberkahan yang dijanjikan Allah SWT kepada siapapun yang mau membantu agama-Nya. In tanshurullaah yanshurukum wa yutsabbit aqdamakum. Burung saja keluar sarang sudah dijanjikan rezekinya oleh Sang Maha Pemberi Rezeki. Binatang yang melata saja dijamin rizkinya oleh Allah. "Wa ma min dabbatin fil ardhi illa 'alallahi rizquha wa ya'lamu mustaqarraha wa mustauda 'aha, kullun fi kitabim mubin". QS: HUD. 06.
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi, melainkan Allahlah yang memberi rejekinya dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata".
Transaksional? Bukan tempatnya di pesantren. Apalagi jika hanya berfikir mengambil apa keuntungan finansial yang ada di pesantren.
Dari proses pendidikan di Pesantren khususnya di PSKQ Modern yang semoga terjaga niat keikhlasannya inilah Allah selalu melimpahkan samudera keberkahan ilmu dan ridhoNya.Amiiin
Illustrasi:
- Kegiatan belajar dan Safari Seni Kaligrafi di PSKQ Modern.
- Kegiatan belajar dan Safari Seni Kaligrafi di PSKQ Modern.
0 komentar:
Posting Komentar