Assiry gombal mukiyo, 21 Oktober 2016
"Bakat itu omong kosong. Bakat yang sesungguhnya adalah ketika kita tidak pernah menyerah sedikitpun".
Kira -kira begitulah kata -kata saya ketika berdebat dengan Dosen saya yang mengajar Psikologi Islam di salah satu kampus waktu saya kuliyah dulu. Dosen saya ngotot bahwa belajar kaligrafi itu pasti harus dengan bakat sedangkan saya justru berpendapat sebaliknya. Beliau bahksn mengutip seluruh pakar psikologi dan entah saya lupa nama -nama ahli tersebut tetapi tetap saja saya tidak sependapat dengan belisu.
Perdebatan itu akhirnya mungkin membuat Dosen saya jengkel terhadap saya. Sehingga detelah kejadian itu, ketika masuk materi kuliyahnya saya tidak pernah diabsen, meskipun saya hadir ikut "mlongo" mendengarkan setiap ulasan materinya ketika masuk di kelasnya. Teman -teman saya semuanya dipanggil satu -satu, diabsen ehhh.....absen saya dilewati bahkan tidak disebut sama sekali. Heheuheuu....saya tidak dianggap lagi. Seperti marak yang terjadi akhir -akhir ini hsnya berbeda pilihan cagub rame dan musuhan. Mungkin karena kita tidak terbiasa dengan perbedaan. Jadi setiap perbedaan tidak disikapi dengan cara bijak.
Menurut hemat saya, bakat itu cuma ungkapan orang, setelah orang itu memandang takjub kepada kita, namun sebenarnya mereka tidak tahu bagaimana kita mendapatkan skill atau keahlian tersebut, tentunya dengan ejekan dan kegagalan terlebih dahulu. Kalau bakat itu ada bagaimana bakat itu dimulai awalnya? Tidak ada satupun orang yang mengetahui kapan orang mahir memainkan musik, melukis, menulis kaligrafi, menari, arsitektur dan lainnya.
Jangan sebut "bakat" setelah seseorang bersusah payah dengan upaya yang ia lakukan. Jika ada seseorang yang mampu menari dengan gemulai, apa karena ia berbakat? Tentu tidak jawabannya. Karena dasar sebuah bakat tidak ada yang tahu. Bagaimana bakat itu mulai ada? contoh lain di indonesia musik sedang gila-gilanya perkembangannya banyak sekali ajang pencarian bakat disana. Saya tertawa dan bertanya -tanya sendiri "Bakat ko dicari? Memang selama ini ia lari kemana, lha wong bakat itu tidak ada ko".
Suatu ketika anda tertarik, dengan ketekunan anda ingin menjadi seseorang yang bisa bermain musik. Kemudian anda memulainya dengan kursus musik misalnya atau sekolah musik dan akhirny anda sukses. Ia sukses dan mahir bermain musik bukan Karena berbakat tetapi ia bertekat sepenuh hati dan bekerja keras untuk belajar hingga berhasil. Kita sering terjebak disini. Kita hanya melihat saat seseorang itu berhasil, tetspi kita tidak mengacuhkan proses dan usahanya bagaimana seseorang itu menapaki tsngga keberhasilan itu.
Bagaimana kita bisa mengetahui kalau kita berbakat? apakah karena kita merasa bisa? bagaimana anda mencari jati diri tersebut? Padahal sebuah kemampuan apapun tidak akan ada nilainya meskioun anda tidak bisa apa-apa. Tetapi selama anda berusaha dan terus belajar anda akan menjadi orang yang bisa dan sangat luar biasa.
Hilangkan fikiran , "Dia, lebih berbakat dari saya !" bukankah kita diciptakan sama? Tuhan menciptakan kita memang ada kelebihan dan kekurangan. Namun jadikanlah kekurangan tersebut kekuatan bagi kita. Karena tidak ada satupun yang ada di dunia ini yang berjalan indah diawal. semua akan terasa berat, penat bahkan sekarat rasanya sakit terasa ingin menjerit bahkan bisa -bisa cepirit jika anda paksakan Itulah hidup semua berproses dari nol sehingga menjadi indah pada waktunya.
Cintai dan tekunlah dalam melakukan apapun, maka anda jauh lebih mahir dari orang yang katanya berbakat. ini hanya teori dari pengalaman saya selama mengajar kaligrafi selama 16 tahun sejak th 2000 saya nengajar di LEMKA Sukabumi Jabar. Bahkan ketika saya mengasuh ratusan Santri yang belajar di PSKQ Modern hingga saat ini. Tidak sedikit, bahkan hampir 90 persen Santri -santri PSKQ Modern belajar kaligrafi dan melukis itu dari nol ( dasar) tidak bisa apa -apa bahkan komposisi warna dan mengoplos cat untuk memgolah warna saja buta sama sekali. Tetspi karena proses belajar dan lainnya itu mereka bisa meraih sukses dan menjuarai berbagai event lomba nasional dan internasional.
Tentu proses itu tidak gampang bahkan penuh isak dan tangis.Kuncinya sebenarnya bukan pada bakatnya, karena jelas saya katakan bahwa bakat itu omong kosong. Tetapi mereka saya tanamkan bagaimana bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap kaligrafi sebagai bagian dari Al Quran yang merupakan kalamullah. Ketika kita memang cinta dengan Allah tentu kita juga cinta dengan firmanNya. Dan firmanNya itu adalah Al Quran.
Maka kita belajar kaligrafi sebagai sarana untuk mencintai Allah dengan cara menjaga dan mengindahkan setiap tulisan Al Quran tersebut. Istri atau suami tercinta kita ketika memberikan kado misalnya, kita pasti akan menjaga dan terus mengindahkannya. Itu baru istri atau suami. Lha ini Al Quran adalah kado langsung dari kekasih sejati kita.
Tentu sudah seharusnya kita akan menjaga dan mengindahkannya. Tidak hanya sebatas menuliskannya dengan indah tetapi juga mengaplikasikan dan mengimplementasikan setiap Firman Allah tersebut secara nyata dalam kehidupan kita.
Nah, setelah mereka sudah merasakan suka dan cinta terhadap kaligrafi kemudian saya pupuk cintanya itu dengan "bukti cinta". Caranya bagaimana? Pembuktian cinta itu dengan cara giat belajar dan sungguh -sungguh dengan terus menjaga dan meningkatkan "passion" atau semangat yang terus membara sampai titik darah penghabisan istilahnya.
Semoga anda berkenan. berupayalah sebaik mungkin lupakan apa itu bakat. cukup bawa 5 hal:
- Impian atau cita-cita
- kemauan dengan cinta
- action atau usaha nyata untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita itu.
- tekat dan passion yang kuat dengan terus istiqamah ( konsisten)
Jika anda masih gagal juga. Teruslah dicoba, bukankah gagal itu biasa? bangkit lalu berusaha kembali bukankah itu yang luar biasa? bila gagal lagi? usaha lagi, bangkit lagi, gagal lagi dan teruslah bangkit sehingga akhirnya anda berhasil.
"Bakat itu omong kosong. Bakat yang sesungguhnya adalah ketika kita tidak pernah menyerah sedikitpun".
Kira -kira begitulah kata -kata saya ketika berdebat dengan Dosen saya yang mengajar Psikologi Islam di salah satu kampus waktu saya kuliyah dulu. Dosen saya ngotot bahwa belajar kaligrafi itu pasti harus dengan bakat sedangkan saya justru berpendapat sebaliknya. Beliau bahksn mengutip seluruh pakar psikologi dan entah saya lupa nama -nama ahli tersebut tetapi tetap saja saya tidak sependapat dengan belisu.
Perdebatan itu akhirnya mungkin membuat Dosen saya jengkel terhadap saya. Sehingga detelah kejadian itu, ketika masuk materi kuliyahnya saya tidak pernah diabsen, meskipun saya hadir ikut "mlongo" mendengarkan setiap ulasan materinya ketika masuk di kelasnya. Teman -teman saya semuanya dipanggil satu -satu, diabsen ehhh.....absen saya dilewati bahkan tidak disebut sama sekali. Heheuheuu....saya tidak dianggap lagi. Seperti marak yang terjadi akhir -akhir ini hsnya berbeda pilihan cagub rame dan musuhan. Mungkin karena kita tidak terbiasa dengan perbedaan. Jadi setiap perbedaan tidak disikapi dengan cara bijak.
Menurut hemat saya, bakat itu cuma ungkapan orang, setelah orang itu memandang takjub kepada kita, namun sebenarnya mereka tidak tahu bagaimana kita mendapatkan skill atau keahlian tersebut, tentunya dengan ejekan dan kegagalan terlebih dahulu. Kalau bakat itu ada bagaimana bakat itu dimulai awalnya? Tidak ada satupun orang yang mengetahui kapan orang mahir memainkan musik, melukis, menulis kaligrafi, menari, arsitektur dan lainnya.
Jangan sebut "bakat" setelah seseorang bersusah payah dengan upaya yang ia lakukan. Jika ada seseorang yang mampu menari dengan gemulai, apa karena ia berbakat? Tentu tidak jawabannya. Karena dasar sebuah bakat tidak ada yang tahu. Bagaimana bakat itu mulai ada? contoh lain di indonesia musik sedang gila-gilanya perkembangannya banyak sekali ajang pencarian bakat disana. Saya tertawa dan bertanya -tanya sendiri "Bakat ko dicari? Memang selama ini ia lari kemana, lha wong bakat itu tidak ada ko".
Suatu ketika anda tertarik, dengan ketekunan anda ingin menjadi seseorang yang bisa bermain musik. Kemudian anda memulainya dengan kursus musik misalnya atau sekolah musik dan akhirny anda sukses. Ia sukses dan mahir bermain musik bukan Karena berbakat tetapi ia bertekat sepenuh hati dan bekerja keras untuk belajar hingga berhasil. Kita sering terjebak disini. Kita hanya melihat saat seseorang itu berhasil, tetspi kita tidak mengacuhkan proses dan usahanya bagaimana seseorang itu menapaki tsngga keberhasilan itu.
Bagaimana kita bisa mengetahui kalau kita berbakat? apakah karena kita merasa bisa? bagaimana anda mencari jati diri tersebut? Padahal sebuah kemampuan apapun tidak akan ada nilainya meskioun anda tidak bisa apa-apa. Tetapi selama anda berusaha dan terus belajar anda akan menjadi orang yang bisa dan sangat luar biasa.
Hilangkan fikiran , "Dia, lebih berbakat dari saya !" bukankah kita diciptakan sama? Tuhan menciptakan kita memang ada kelebihan dan kekurangan. Namun jadikanlah kekurangan tersebut kekuatan bagi kita. Karena tidak ada satupun yang ada di dunia ini yang berjalan indah diawal. semua akan terasa berat, penat bahkan sekarat rasanya sakit terasa ingin menjerit bahkan bisa -bisa cepirit jika anda paksakan Itulah hidup semua berproses dari nol sehingga menjadi indah pada waktunya.
Cintai dan tekunlah dalam melakukan apapun, maka anda jauh lebih mahir dari orang yang katanya berbakat. ini hanya teori dari pengalaman saya selama mengajar kaligrafi selama 16 tahun sejak th 2000 saya nengajar di LEMKA Sukabumi Jabar. Bahkan ketika saya mengasuh ratusan Santri yang belajar di PSKQ Modern hingga saat ini. Tidak sedikit, bahkan hampir 90 persen Santri -santri PSKQ Modern belajar kaligrafi dan melukis itu dari nol ( dasar) tidak bisa apa -apa bahkan komposisi warna dan mengoplos cat untuk memgolah warna saja buta sama sekali. Tetspi karena proses belajar dan lainnya itu mereka bisa meraih sukses dan menjuarai berbagai event lomba nasional dan internasional.
Tentu proses itu tidak gampang bahkan penuh isak dan tangis.Kuncinya sebenarnya bukan pada bakatnya, karena jelas saya katakan bahwa bakat itu omong kosong. Tetapi mereka saya tanamkan bagaimana bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap kaligrafi sebagai bagian dari Al Quran yang merupakan kalamullah. Ketika kita memang cinta dengan Allah tentu kita juga cinta dengan firmanNya. Dan firmanNya itu adalah Al Quran.
Maka kita belajar kaligrafi sebagai sarana untuk mencintai Allah dengan cara menjaga dan mengindahkan setiap tulisan Al Quran tersebut. Istri atau suami tercinta kita ketika memberikan kado misalnya, kita pasti akan menjaga dan terus mengindahkannya. Itu baru istri atau suami. Lha ini Al Quran adalah kado langsung dari kekasih sejati kita.
Tentu sudah seharusnya kita akan menjaga dan mengindahkannya. Tidak hanya sebatas menuliskannya dengan indah tetapi juga mengaplikasikan dan mengimplementasikan setiap Firman Allah tersebut secara nyata dalam kehidupan kita.
Nah, setelah mereka sudah merasakan suka dan cinta terhadap kaligrafi kemudian saya pupuk cintanya itu dengan "bukti cinta". Caranya bagaimana? Pembuktian cinta itu dengan cara giat belajar dan sungguh -sungguh dengan terus menjaga dan meningkatkan "passion" atau semangat yang terus membara sampai titik darah penghabisan istilahnya.
Semoga anda berkenan. berupayalah sebaik mungkin lupakan apa itu bakat. cukup bawa 5 hal:
- Impian atau cita-cita
- kemauan dengan cinta
- action atau usaha nyata untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita itu.
- tekat dan passion yang kuat dengan terus istiqamah ( konsisten)
Jika anda masih gagal juga. Teruslah dicoba, bukankah gagal itu biasa? bangkit lalu berusaha kembali bukankah itu yang luar biasa? bila gagal lagi? usaha lagi, bangkit lagi, gagal lagi dan teruslah bangkit sehingga akhirnya anda berhasil.
0 komentar:
Posting Komentar